Merawat Alam adalah tindakan Bhuta Yadnya

Bhuta Yadnya adalah yadnya yang ditujukan kepada Bhuta Kala yang mengganggu ketentraman hidup manusia. Banyak masyarakat  berpandangan bhuta kala ini diyakini sebagai kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang sering menimbulkan gangguan serta bencana, tetapi dengan Bhuta Yadnya ini maka kekuatan-kekuatan tersebut akan dapat menolong dan melindungi kehidupan manusia Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir batin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang diisebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia.

Bhuta Yadnya, pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :

1. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang kecil. 
Upacara ini di sebut dengan Segehan, dengan lauk pauknya yang sangat sederhana seperti bawang merah., jahe, garam dan lain-lamnya. Jenis-jenis segehan ini bermacam-macam sesuai dengan bentuk dan warna nasi yang di gunakannya. Adapun jenis-jenisnya adalah Segehan Kepel dan Segehan Cacahan, Segehan Agung, Gelar Sanga, Banten Byakala dan Banten Prayascita.

2. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang sedang ( madya ). 
Tingkatan upacara dalam tingkatan madya ini di sebut dengan Caru". Pada tingkatan ini selain mempergunakan lauk pauk seperti pada segehan, maka di gunakan pula daging binatang. Banyak jenis binatang yang di gunakan tergantung tingkat dan jenis caru yang di laksanakan. Adapun jenis-­jenis caru tersebut adalah Caru ayam berumbun ( dengan satu ekor ayam ), Caru panca sata ( caru yang menggunakan lima ekor ayam yang di sesuaikan dengan arah atau kiblat mata angin ), Caru panca kelud adalah caru yang menggunakan lima ekor ayam di tambah dengan seekor itik atau yang lain sesuai dengan kebutuhan upacara yang di lakukan dan Caru Rsi Gana.

3. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang besar ( utama ). 
Tingkatan yang utama ini di sebut dengan Tawur misalnya Tawur Kesanga dan yepi yang jatuhnya setahun sekali, Panca Wali Krama adalah upacara Bhuta Yadnya yang jatuhnya setiap sepuluh tahun sekali, dan Eka Dasa Rudra yaitu upacara Bhuta Yadnya yang jatuhnya setiap seratus tahun sekali.

Memaknai Ruang Waktu dalam Caru 

Setiap upacara agama yang berdasarkan Veda selalu ada lima unsur yang memvisualkan nilai-nilai suci upacara agama Hindu. Lima unsur tersebut adalah Mantra, Tantra, Yantra, Yadnya dan Yoga. Yantra adalah berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya alat atau sarana dalam bentuk simbol.
Yantra dalam upacara agama Hindu di Bali disebut banten atau upakara. Banten inilah yang menggunakan sarana tumbuh-tumbuhan dan hewan di samping unsur unsur panca maha bhuta lainya.

Berdasarkan uraian Lontar Yadnya Prakerti ini banten memiliki tiga makna. Banten bermakna sebagai simbol manusia, baik lahir maupun batin, bermakna untuk melambangkan berbagai wujud kemahakuasaan Tuhan dan banten juga melambangkan keberadaan isi alam semesta ini berupa planet-planet ruang angkasa.

Caru Artinya Cantik 

Dalam kitab Samhita Swara disebutkan, arti kata Caru adalah cantik atau harmonis. Mengapa upacara Butha Yadnya itu disebut caru. Hal itu disebabkan salah satu tujuan Butha Yadnya adalah untuk mengharmoniskan hubungan manusia dengan alam lingkungannya.

Dalam kitab Sarasamuscaya 135 disebutkan, bahwa untuk menjamin terwujudnya tujuan hidup mendapatkan Dharrna, Artha, Kama dan Moksha, terlebih dahulu harus melaksanakan Butha Hita. Butha Hita artinya menyejahterakan alam lingkungan.

Untuk melakukan Butha Hita, itu dengan cara melakukan Butha Yadnya. Hakekat Butha Yadnya itu adalah menjaga kehannonisan alam agar alam itu tetap sejahtera. Alam yang sejahtera itu artinya alam yang cantik.

ButhaYadnya pada hakekatnya merawat Iima unsur alam yang disebut panca maha butha (tanah, air, api, udara dan ether). Kalau kelima unsur alam itu berfungsi secara alami, maka dari kelima unsur itulah lahir tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan itulah sebagai bahan dasar makanan hewan dan manusia. Kalau keharmonisan kelima unsur alam itu terganggu maka fungsinya pun juga akan terganggu.

Dalam Bhagavadgita III.14 disebutkan tentang proses berkembangnya makhluk hidup dari makanan. Dari hujan datangnya makanan. Hujan itu datang dari Yadnya. yadnya itu adalah Karrna. Dalam Bhagavadgita ini memang disebutkan hanya hujan. Namun dalam proses menumbuhkan tumbuh-tumbuhan tidaklah hanya hujan saja yang dapat melahirkan tumbuh-­tumbuhan. Kelima unsur alam tersebut juga berfungsi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.

Tanah, api (matahari), udara dan ether juga berfungsi untuk menumbuhkan tumbuhan. Peredaran kelima unsur alam itu melahirkan iklim siang dan malam. Karena itu upacara mecaru itu berfungsi tmtuk menanamkan nilai-nilai spiritual kepada umat rnanusia agar memiliki wawasan kesemestaan alam.

Hubungan antara rnanusia dengan alam haruslah berdasarkan konsep Cakra Yadnya sebagaimana ditegaskan dalam kitab Bhagavadgita III.16. ini artinya antara alam dan manusia harus menjaga kehidupan yang saling memelihara berdasarkan Yadnya. Keberadaan alam ini karena Yadnya dari Tuhan. Karena itu manusia berutang moral pada Tuhan dan alam secara langsung utang moral itulah yang disebut Rina dalam kitab Manawa Dharmasastra. Dalam Yajurveda XXXX.1 disebutkan bahwa Tuhan itu berstana pada alam yang bergerak dan tidak bergerak. Ini artinya alam itu adalah badan raga dari Tuhan. Karena itu upacara mecaru itu berarti suatu kewajiban merawat badan raga Tuhan dalam wujud merawat alam.

Di dalam kitab Manawa Dharmasastra V.40 disebutkan, tujuan digunakan tumbuh-tumbuhan dan, hewan tertentu sebagai sarana upacara yadnya adalah sebagai upaya dan doa agar semua makhluk hidup tersebut meningkatkan kualitas dan kuantitasnya pada kelahiran yang akan datang.
Akan rnenjadi tidak cantik kalau penggunaan tumbuh-h1mbuhan dan hewan tersebut hanya mentok di tingkat upacara semata. Tujuan hakiki dari upacara mecaru itu adalah pelestarian alam dengan eko sistemnya. Dari alam yang lestari manusia mendapatkan sumber kehidupan. Jadinya hakekat Butha yadnya itu adalah mecaru untuk mernbangun kecantikan alam lingkungan sebagai sumber kehidupan.

Manfaat Meditasi Perhatian Pada Pekerjaan Untuk Kinerja Kartawan

Ada banyak alasan untuk mulai mempraktikkan perhatian di tempat kerja, baik bagi karyawan maupun majikan. Bagi karyawan, perhatian membantu kita untuk tetap tenang pada saat-saat yang penuh tekanan. Ini membantu kita menjadi lebih produktif karena kita lebih sadar akan apa yang kita lakukan. Dan itu membuat kita lebih bahagia di tempat kerja, sebagaimana dibuktikan oleh penelitian ilmiah.
Faktanya dengan berlatih mindfulness di tempat kerja mengarah pada peningkatan produktivitas dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi, yang pada gilirannya menyebabkan tingkat retensi karyawan yang lebih baik. Sebuah studi AS 2014 yang dilakukan oleh Dane, E., & Brummel menunjukkan bahwa menjadi penuh perhatian di tempat kerja menyebabkan adanya Turnover Intention karena karyawan yang perhatian lebih siap untuk mengatasi stres di tempat kerja mereka.
Menjadi penuh perhatian di tempat kerja adalah bermanfaat bagi pengusaha dan karyawan
Tetapi apakah sebenarnya perhatian itu?
Mindfulness merupakan keadaan pikiran sadar untuk menyadari momen saat ini dengan cara tidak menghakimi
Seseorang musti mulai menyadari pentingnya memperlengkapi karyawan dengan alat yang mereka butuhkan untuk mengatasi stres dan satu bagian besar dari itu adalah perhatian.
Ada banyak manfaat perhatian untuk di tempat kerja. Perhatian membantu karyawan untuk mengurangi reaktivitas terhadap stres dan tekanan yang terus-menerus berusaha berusaha mencapai target di tempat kerjanya. Tempat kerja adalah surga bagi stres, kecemasan dan depresi. Hasilnya adalah meningkatnya karyawan yang didiagnosis dengan kondisi kesehatan mental terkait pekerjaan mereka.
Mindfulness merupakan tindakan sederhana yang secara sadar disadari pada saat ini, telah terbukti meningkatkan kemampuan pekerja untuk menangani tekanan dan harapan yang dapat menyebabkan kondisi kesehatan mental.

Manfaat Perhatian Pada Pekerjaan Untuk Kinerja

Tempat kerja yang penuh perhatian tidak hanya kondusif bagi kesehatan mental, tetapi juga kondusif untuk tingkat kinerja yang tinggi.
Mempraktikkan perhatian di tempat kerja dapat meningkatkan motivasi, produktivitas, konsentrasi dan banyak elemen lainnya. Mindfulness membuat pekerja lebih sadar akan apa yang mereka lakukan. Ini meningkatkan kesadaran dan membantu untuk fokus melalui pikiran dan stres negatif yang datang dari pekerjaan mereka.
Dengan lingkungan tempat kerja juga menguntungkan, karyawan akan lebih tenang, lebih rileks dan lebih penuh perhatian mengarah ke tempat kerja yang lebih bahagia tanpa komentar negatif dan pertengkaran yang dikenal sebagai tempat kerja yang beracun.
Manfaat terbesar perhatian di tempat kerja adalah peningkatan fokus dan konsentrasi terhadap pekerjaan.

Cara Menjadi Penuh Perhatian Di Tempat Kerja

Teknik perhatian yang paling populer dan paling penting adalah pernapasan dengan penuh perhatian, di mana seorang memfokuskan pikiran, misalkan pada nafas pada rentang siklus 108 napas. Ada banyak latihan perhatian lainnya untuk tempat kerja. Pada intinya seorang dapat memperhatikan tugas sederhana dan berulang dari sebagian besar pekerjaan mereka.
Beberapa contoh latihan perhatian untuk bekerja meliputi:
  • Beristirahat Sejenak. Beristirahat sejenak selama satu atau dua menit untuk menutup mata dan fokus pada pernapasan. Ini adalah mental yang setara dengan membuka jendela untuk membiarkan udara segar masuk. Menyegarkan pikiran dan membersihkan pikiran dan stres negatif.
  • Memiliki tempat Kusus. Banyak tempat kerja sekarang memiliki ruang untuk yoga dan latihan serupa seperti tempat Meditasi. Latihan yang penuh perhatian ini membantu untuk rileks dan memberi energi pada tubuh dan pikiran. Sepuluh menit yoga di tempat kerja akan membuahkan hasil untuk para pekerja.
  • Mendengarkan dengan Penuh Perhatian. Latihan ini sangat besar untuk moral para pekerja jika dipraktikkan sebagai sebuah tim. Tujuannya adalah untuk saling mendengarkan secara sadar, tidak menghakimi. Cukup fokus pada suara orang lain, tanpa menghakimi. Ini mengurangi argumen, mempertinggi belas kasih di tempat kerja dan meningkatkan komunikasi.

Mitos & Kesalahpahaman dalam Yoga

Banyak orang memiliki konsep yoga yang keliru dan sebelumnya salah, dinodai oleh gambar-gambar yogi eksotis yang tersebar luas di cawat di Himalaya atau yogi atletik dalam pakaian olahraga yang mengenakan postur akrobatik. Ide-ide dangkal ini telah menarik mereka yang hanya menginginkan tantangan fisik atau menakut-nakuti banyak orang yang melihat yoga terlalu esoteris atau sebagai tindakan manusia karet yang mustahil.

Yoga bukanlah salah persepsi ini dan yoga juga bukan sesuatu yang harus diikuti secara membabi buta. Yoga adalah pengalaman dan gaya hidup di mana setiap individu harus menerapkan kebijaksanaan mereka untuk menguraikan nilai sebenarnya. Tidak ada yang menunjukkan poin ini lebih dari tradisi Yoga Shastra, ajaran disiplin yoga, yang mendorong debat terbuka dan diskusi antara guru dan siswa tentang masalah yoga.

Siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan sehingga mereka dapat menghapus keraguan dan terlibat dengan sepenuh hati dalam latihan yoga. Inilah sebabnya mengapaShanti Mantra dibacakan di awal setiap kelas untuk menumbuhkan rasa saling menghormati antara guru dan siswa sehingga kedua belah pihak dapat belajar satu sama lain dan untuk menjaga komunikasi yang terbuka.

Dalam darshana, kesalahpahaman dan kesalahpahaman tentang yoga dan bagaimana mereka diciptakan akan dieksplorasi untuk memahami tujuan dan nilai yoga.

Apa definisi dan tujuan Yoga yang benar?

Ada beberapa teori tentang asal-usul kata yoga tetapi akarnya berasal dari kata Sansekerta yuj , yang berarti memikul , menyoroti tujuan praktik untuk bergabung dan menyeimbangkan pikiran, tubuh, dan jiwa. Tradisi yoga berusia 5.000 tahun dan terutama dikaitkan dengan Sage Patanjali , yang menyalin buku, The Yoga Sutra , lebih dari 2.000 tahun yang lalu.

Patanjali mendefinisikan yoga sebagai “ Yogas chitta vritti nirodhah ,” yang berarti “Yoga adalah penghilangan fluktuasi pikiran.” “Chitta” adalah pikiran atau kesadaran, “ vrittis ” adalah impuls pikiran dan “nirodah ” adalah pelepasan.Dengan kata lain, tujuan utama yoga adalah agar kita berkembang sebagai manusia yang lebih baik secara fisik, mental, lingkungan, dan pada tingkat energi.

Apa artinya berevolusi secara rohani?

Menurut filsafat yoga, ada 14 loka , atau alam / dunia kesadaran, yang berkisar dari tingkat kesadaran terendah hingga makhluk ilahi. Yoga adalah metode dan alat bagi manusia untuk naik ke tingkat keberadaan ini. Tujuh alam yang lebih tinggi, Sapta Urdhvaloka , mewakili alam surga, dengan yang terendah dari tujuh alam mewakili bumi.

Tujuh alam kesadaran atas meliputi dunia manusia ( Bhu loka ) serta alam mereka yang telah dilepaskan dari siklus kelahiran kembali ( Satya loka ). Alam bawah, Patalas , juga dibagi menjadi 7 loka yang mewakili dunia bawah di mana makhluk dan hewan didikte oleh naluri primal dan kesadaran negatif menang.
  1. Satya loka / Brahma loka : Keadaan kesadaran tertinggi dan alam tempat atman dan Brahman dipersatukan kembali secara kekal.
  2. Tapa loka : Keadaan kesadaran murni
  3. Jana loka : Kesadaran-Tuhan
  4. Mahar loka: Kesadaran Rishi (memiliki perilaku ilahi dan dapat melihat masa lalu, sekarang dan masa depan)
  5. Svar loka : Menguasai emosi mereka dan tidak memiliki keterikatan
  6. Bhuvar loka : Telah menemukan kepuasan dan kepuasan dalam hidup mereka, tetapi juga memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi
  7. Dunia Bumi atau Bhu loka : Alam duniawi dan merupakan kondisi kesadaran bagi kebanyakan manusia.
Demikian pula, 7 chakra, pusat energi yang terletak di sepanjang tulang belakang, adalah peta jalan berurutan untuk evolusi kita. Cakra akar, muladhara , adalah chakra manusia terendah tetapi tertinggi di dunia hewan. Pusat energi ini bertanggung jawab atas semua tindakan manusia yang diperlukan untuk bertahan hidup. Sebagai manusia, kita harus bergerak melampaui naluri kehidupan dasar dan berusaha mengaktifkan chakra tertinggi, sahasrara , untuk bersatu kembali dengan sumber ilahi. Akibatnya, chakra ini, yang terletak di mahkota, adalah pusat energi dasar bagi para Dewa. Cakra mata ketiga, ajna,adalah titik di mana saluran energi bertemu dan menciptakan kemantapan dan keheningan dalam tubuh dan pikiran. Mengembangkan otak bagian depan dan membuka chakra ajna menghasilkan fokus mental yang besar dan memungkinkan akses ke panduan kesadaran universal. Berlatih yoga memungkinkan kita untuk mengembangkan dan meningkatkan tingkat kesadaran kita untuk memaksimalkan potensi kita.

Mengapa ada begitu banyak tradisi Yoga yang berbeda?

Sejarah panjang yoga dan ajaran yang diwariskan secara lisan daripada ditulis sampai saat ini, adalah alasan utama mengapa begitu banyak tradisi yoga yang berbeda dikembangkan. Pengaruh guru yoga dan dampak sosial-geografis melahirkan variasi dalam yoga. Standarisasi praktik yoga tidak mungkin dilakukan karena setiap siswa yoga menyebarkan apa yang diajarkan oleh guru mereka dan selanjutnya menambahkan interpretasi mereka sendiri ke sana.

Satu kesamaan di antara semua tradisi yoga adalah keyakinan bahwa asal usul yoga mendahului Yoga Sutra dan dikaitkan dengan Dewa Siwa sebagai Yogi ( Adiyogi ) pertama dan Parvati , istrinya, sebagai siswa pertama. Penyatuan Siwa (kesadaran dan pengetahuan) dan Parvati (energi kreatif, shakti ) melambangkan penyelesaian keseluruhan melalui perpaduan energi pria dan wanita. Ini juga merupakan simbol keseimbangan yang diciptakan oleh latihan yoga dalam diri kita dan proses evolusi yang harus dicita-citakan oleh semua manusia.

Matsya , sang ikan, rajin mendengarkan Siwa dan mempelajari semua yang dia bisa. Sebagai hasil dari menerima pengetahuan dan kebijaksanaan dari Dewa Siwa, ikan berevolusi menjadi manusia. Ia dinamai Matsyendranath oleh Shiva dan menjadi penyebar pertama Hatha Yoga. Matsyendranath meneruskan ajaran Shiva kepada muridnya Gorakhnath , yang menyebarkan Hatha Yoga dan mendapatkan gelar sebagai bapak Hatha Yoga.

Dikatakan bahwa Parvati bertanya kepada Dewa Siwa, “Mengapa ada penderitaan.” Sebagai tanggapan, ia mengajarkan semua yang perlu diketahui tentang Tantra (praktik, teori, dan filosofi Yoga tentang cara menjalani kehidupan dan berevolusi).

Yoga, Praktek Gaya Hidup

Yoga adalah salah satu dari 6 filosofi theis ( Astika ) yang berasal dari Veda, dan berhubungan erat dengan Samkhya, juga salah satu dari Astika. Keduanya bertujuan untuk evolusi pribadi tetapi yoga mendapatkan pemahaman melalui latihan, sedangkan Samkhya adalah upaya intelektual yang mengarah pada pemahaman instan.
Bagi kebanyakan orang, mencapai keadaan kesadaran yang lebih tinggi hanya melalui teori tidak mungkin dan sulit. Gaya hidup yoga praktik untuk menjadikan tubuh prima bagi meditasi untuk mencapai kesadaran yang lebih tinggi adalah jalan yang lebih pasti.

Hatha Yoga

Hatha Yoga awalnya tidak termasuk praktik asana dan berfokus terutama pada 6 praktik pemurnian yang disebut Shatkarma . Enam praktik pembersihan mempersiapkan tubuh dan pikiran untuk praktik meditasi tingkat lanjut serta meningkatkan kekuatan penyembuhan tubuh dan mencegah penyakit. Shatkarma terdiri dari neti (pembersihan hidung), dhauti (pembersihan saluran pencernaan), nauli (pijat perut untuk meningkatkan pergerakan usus), basti (pembersihan usus besar), kapalbhati (pembersihan pernapasan dan pemurnian lobus frontal) dan trataka (pembersihan mata melalui blinkless) menatap).

Kemudian, praktik-praktik lain dimasukkan ke Hatha Yoga, menghasilkan 5 praktik dengan penekanan pada aspek fisik.

5 Praktik Hatha (Sutra Yoga Pra-Patanjali)
  1. Asana (postur fisik)
  2. Pranayama (latihan pernapasan)
  3. Mudra (isyarat tangan)
  4. Bandha (kunci tubuh)
  5. Shatkarma (6 praktik pembersihan

Yoga Sutra karya Patanjali

Kira-kira pada abad ke-2, dokumen yoga pertama yang didistribusikan secara luas muncul; Patanjali, The Yoga Sutra . Ini adalah kompilasi dari 196 aforisme yang menguraikan cara menjalani gaya hidup yoga dengan tujuan evolusi pribadi. Delapan Anggota Tubuh Yoga dalam Yoga Sutra pertama kali merupakan kerangka struktural Raja Yoga (Yoga mengendalikan pikiran) untuk didokumentasikan.

Juga dikenal sebagai Yoga Ashtanga (delapan anggota badan), Eight Limbs yoga adalah metode realisasi diri dalam 8 langkah progresif.

Yoga Bukan Hanya Latihan Fisik

Ada kesalahpahaman umum bahwa yoga sebagian besar merupakan latihan fisik saja yang hanya terdiri dari asana, tetapi melihat lebih dekat pada  Ashtanga dari Patanjali membuatnya jelas bahwa asana hanya 1/8 dari praktik. Apa yang kebanyakan orang ketahui sebagai Astanga Yoga bukanlah

Delapan Asli Yoga tetapi merupakan urutan yang menantang dari asana dari tradisi Mysore. Fokusnya terutama dalam praktik fisik, sehingga melanggengkan kesalahpahaman yoga sebagai jenis pelatihan “tanpa rasa sakit, tanpa hasil”. Penting untuk mengetahui bahwa yoga adalah 1% teori dan 99% latihan tetapi latihan itu tidak hanya asana. Ini adalah praktik yang seimbang dari semua aspek Delapan Tungkai Yoga untuk meningkatkan kesadaran manusia.

Kesalahpahaman Tambahan dan Mitos Yoga

Penekanan Berlebih pada Fleksibilitas Fisik : Disalahpahami bahwa mencapai fleksibilitas fisik yang luar biasa adalah salah satu tujuan utama dalam berlatih yoga, tetapi justru sebaliknya. Fleksibilitas diperlukan untuk mobilitas fisik tetapi menggunakan kekuatan atau meregangkan otot hanya menyebabkan cedera. Meningkatkan elastisitas dan mengencangkan otot jauh lebih penting. Elastisitas memungkinkan otot untuk memanjang dan meregangkan bila dibutuhkan tetapi dapat kembali ke bentuk semula untuk mempertahankan kekencangan dan nada.

Postur Asana sebagai latihan murni: Banyak praktisi tidak memahami atau menghargai pentingnya praktik asana. Ini bukan latihan acak tetapi mempertimbangkan peregangan berbagai bagian tubuh, membangun kekuatan, menciptakan aliran sirkuit energi dalam tubuh dan titik fokus mental. Setiap bentuk geometri asana menciptakan sirkuit prana yang berbeda. Misalnya, dalam pose segitiga, energi mengalir dari tangan ke kaki yang dipegangnya, lalu kembali ke tubuh, lalu turun ke lengan lagi. Bentuk segitiga menandakan stabilitas dan penempatan anggota tubuh memiliki simbolisme tertentu. Penempatan kaki depan mewakili masa depan, kaki belakang, masa lalu, dan tangan yang lurus ke atas mewakili masa kini. Kepala menghadapi tangan yang terulur, menandakan pentingnya untuk membawa fokus seseorang pada saat ini. Gerakan tangan (Mudra) dan kunci tubuh (Bandha) juga menciptakan sirkuit prana dan memiliki makna simbolis juga. Semakin banyak praktisi mempelajari pentingnya setiap latihan, semakin banyak manfaat yang dapat mereka peroleh dari mereka.

Yoga bukan soal penampilan : Berpakaianlah dengan nyaman dan bijaksana saat berlatih yoga. Pakaian fleksibel yang memungkinkan mobilitas tanpa menyebabkan gangguan pada diri sendiri atau orang lain harus dikenakan. Berkat kemajuan teknologi, ada banyak pakaian atletik yang nyaman yang memungkinkan aliran udara dan gerakan. Namun, beberapa praktisi dan bahkan guru berpikir perlu telanjang dada saat latihan. Motivasi untuk ini mungkin untuk memamerkan tubuh mereka yang sempurna atau untuk meniru para yogi di masa lalu yang berlatih hanya dengan pakaian pinggang. Ketika mencuci pakaian dengan tangan adalah norma dan yogi bertahan hidup hanya dengan sedekah tanpa barang pribadi, berlatih dengan cawat masuk akal secara praktis. Untungnya, kami memiliki mesin cuci dan pakaian untuk dikenakan sehingga berpakaian pantas.

Yoga bukan tentang roda gigi dan alat peraga: Saat yoga menjadi populer secara global, yoga juga menjadi perusahaan global. Banyak aksesori, alat peraga, dan gigi yoga tersedia untuk memperkaya industri yoga dan para siswa mulai membawa banyak hal ke ruang latihan. Ketergantungan pada alat peraga seperti balok dan tali pengikat, jam tangan kebugaran, tas, botol air besar dan bahkan telepon seluler masuk ke ruang kelas. Latihan yoga harus dilakukan dengan fokus total ketika seorang siswa menghabiskan waktu bersamanya selama satu jam tanpa gangguan. Setiap benda yang tidak perlu dipraktikkan hanya mengganggu konsentrasi dan mendorong keterikatan materi. Satu-satunya hal yang dibutuhkan adalah alas yoga dan handuk.

Air minum selama latihan yoga : Meskipun hidrasi penting, air minum selama latihan yoga adalah kontra-produktif karena merusak aliran prana yang baru saja dibuat oleh praktik asana dan pranayama. Prana adalah energi dan dengan menambahkan air ke dalam tubuh, reaksi serupa terjadi seperti ketika air bereaksi dengan listrik pada tingkat yang halus. Tentu saja wanita hamil dan jika seseorang sangat haus, seteguk air mungkin diambil tetapi yang terbaik untuk mengkonsumsi air sebelum atau sesudah latihan.

Latihan Penegasan dan Akal Sehat

Yoga adalah gaya hidup untuk proses evolusi diri yang dapat diterapkan di dunia nyata. Untuk tetap berada di jalur yoga yang benar, penting untuk memahami praktik yang Anda lakukan di bawah bimbingan seorang guru yang berkualifikasi. Pergi ke seorang guru yang memberi Anda pemahaman tentang yoga. Para siswa harus menggunakan kebijaksanaan dan akal sehat mereka dalam memilih tradisi yoga dan dalam melakukan praktik mereka. Jangan menjadi kecanduan praktik asana karena itu menciptakan ketergantungan yang tidak sehat.

Lampiran adalah sumber ketidakpuasan dan mengubah persepsi. Bahkan keterikatan pada yoga tidak diinginkan. Yoga bukan tentang melelahkan diri sendiri. Ini adalah tentang melestarikan energi sehingga seseorang dapat mencapai tujuan seseorang dan menjadi anggota masyarakat yang produktif sehingga tidak berlebihan menggunakan tubuh Anda dalam latihan asana dan membahayakan diri sendiri.
Perlakukan tubuh Anda sebagai teman Anda dan bersabarlah dengan kemajuan Anda. Kesempurnaan akan datang dengan latihan. Ingat; jangan jatuh cinta pada guru tetapi dengan ajarannya. Guru dan guru yang baik hanya bisa menunjukkan kepada Anda jalur yoga tetapi terserah pada Anda untuk membuat tekad dan berkomitmen untuk berlatih.

Seorang Wanita Pelacur Di Jalur Yoga

Gandaki adalah seorang Veshya (pelacur) di negara Magadha, Dia adalah yang paling cantik dari semua Veshya. Dia mendapatkan banyak kekayaan.

Suatu hari dia pergi ke Satsanga seorang bhikkhu, Swami Brahmanandaji. Swami Brahmanandji digunakan untuk ceramah tentang topik spiritual setiap malam di kuil Wisnu setempat. Pada hari Gandaki pergi ke Satsanga, Swamiji sedang berdiskusi tentang masalah Shree Dharma dengan referensi khusus ke Pativrata Dharma. Gandaki sangat terkesan dengan ceramah Mahatma. Dia bertobat dan menangis dengan sedihnya. Sekembalinya ke rumah, dia tidak bisa tidur sedikitpun. Dia berpikir, "Saya seorang wanita jahat. Saya hidup dengan menjual kesucian saya. Saya akan jatuh ke neraka terbesar; Siapa yang bisa menyelamatkan saya sekarang? Saya telah menyia-nyiakan hidup saya. Saya tidak lebih baik dari binatang buas. Siapa yang bisa lebih bodoh dari saya untuk menyia-nyiakan hidup yang berharga dengan cara yang buruk ini? '

Keesokan harinya Gandaki mendekati Swamiji basah dengan Bhakti dan penuh dengan Bhava. Dia berkata, "Wahai Swamiji! Engkau adalah satu-satunya tempat berlindung saya. Saya adalah yang terburuk dari semua orang berdosa yang telah membuat saya terkesan dengan ceramah Anda tadi malam. Saya memiliki kehidupan batin yang baru sekarang. Dengan baik hati bawalah saya ke kehidupan yang lebih mulia. Tidak ada akhiri dosa yang dilakukan oleh saya. Apakah ada harapan untuk penebusan saya? Dapatkah saya juga menjadi Pativrata dengan mengikuti posisi saya dalam kehidupan? Tolong beri saya pencerahan. Saya akan melakukan seperti yang diperintahkan oleh Anda. Saya akan dengan ketat mengikuti semua instruksi Anda. "

Swami Brahmanandji berkata, "O Gandaki, jangan khawatir. Jangan menangis. Ada harapan untukmu juga. Bahkan seorang Veshya sepertimu bisa menjadi Pativrata sejati. Ikuti instruksi saya dengan seksama. Terima orang pertama yang memanggil di pintu Anda dengan sebuah hari tertentu sebagai suamimu. Layani dia dengan penuh pengabdian dan iman. Pikirkan bahwa Tuhan sendiri telah datang dalam wujudnya untuk memberkatimu. Sembahlah dia dan layani dia dengan sepenuh hati. Lihat Dewa Wisnu dalam wujud manusia Patimu. Jangan merawat kecantikannya atau tawaran kekayaan yang tinggi. Bahkan jika pelamar lain menawarkan lacs dan crores Anda tidak boleh menerimanya. Sajikan orang pertama yang datang ke pintu Anda. "

Gandaki menerima instruksi itu ke dalam hati dan pulang ke rumah setelah melakukan sujud di hadapan Swamiji yang dihormati. Dia mempraktikkan semua instruksi Swamiji dengan ketat dan mengikuti Pativrata Dharma.

Suatu kali sebuah diskusi terjadi di Vaikunta Loka tentang siapa yang paling berbakti dari semua wanita dan yang secara ketat mengikuti Dharma Pativrata. Banyak nama yang disebutkan tetapi tidak ada kesimpulan pasti yang tiba di konferensi. Sementara itu Rishi Narada dan Durvasa masuk. Para Rishi dihormati oleh majelis. Narada menerima keramahtamahan yang baik dan bertanya pada Dewa Wisnu tentang masalah ini. Setelah penjelasan yang matang, Rishi Narada berkata, "Tidak ada yang bisa menyamai Gandaki dalam Pativrata Dharma. Gandaki adalah seorang Veshya dari Magadha. Sekarang dia mengungguli semua yang lain dalam praktik Pativrata Dharma." Seluruh majelis para Deva terpesona pada wahyu Narada yang sangat aneh ini. Mereka semua memutuskan untuk menguji Gandaki. Narada menjelaskan sepenuhnya prinsipnya dan Dewa Wisnu setuju untuk pergi dan mengujinya.

Dewa Wisnu mengambil bentuk penderita kusta dan memanggil rumah Gandaki. Dia menanggapi panggilan itu dan keluar-masuk hanya untuk melihat penderita kusta yang tampak jelek dengan luka berdarah di sekujur tubuhnya. Dia menanyakan tujuan kunjungannya ke rumahnya. Si kusta berkata, "Hari ini aku ingin tinggal bersamamu. Aku telah banyak mendengar pengabdianmu pada Pati dan dengan itu kau menganggapku sebagai Pati (suamimu) untuk hari ini."

Gandaki menerima tawaran itu dengan sukarela. Dia berkata, "Ya Tuhan! Engkau menghiasi rumahku hari ini dan memberkati aku. Sungguh kau Patidevata-ku. Aku akan melayanimu dengan baik." Dia memimpin penderita kusta ke apartemennya, mencuci luka-lukanya dan berpakaian kemudian setelah mandi ke seluruh tubuh. Dia mendandaninya dengan kostum yang kaya. Dia menyiapkan makanan yang paling lezat dan memberinya makan dengan mewah. Dia menari dan menyanyikan lagu-lagu yang sangat devosional. Suaminya sangat senang. Dia membawa penderita kusta ke kamar yang didekorasi dengan baik, dihiasi dengan bunga, tirai, dan gambar terbaik. Ada bunga harum. Agarbattis dan parfum, dan seluruh ruangan diterangi di semua sisi oleh lampu yang diberi makan ghee. Dia mengurapi dia dengan aroma dan menghiasi dia dengan karangan bunga. Dia kemudian membuatnya tidur di tempat tidur sutra.

Karena makan berlebihan, penderita kusta mulai menderita pembersihan parah dan seluruh tempat tidur ternoda oleh gerakannya. Gandaki melepas semua pakaiannya, mencuci, berpakaian baru dan membuatnya duduk di atas bantal yang bersih. Sekali lagi Patidevata mulai membersihkan. Sekali lagi Gandaki mencuci pakaian, mengeluarkan semua kotoran dan membuatnya duduk di tempat yang bersih. Dengan cara ini dia menghabiskan sepanjang malam dalam mengganti pakaian dan membersihkan kotoran, seseorang melakukan semua Seva dengan ketenangan mutlak, tanpa sedikit pun ketidaksenangan, ketidaktahuan atau Ghrina. Dia menunjukkan kekuatan kesabaran yang luar biasa dari pengabdian kepada Pati.

Pagi-pagi keesokan paginya, suami yang malang itu menghembuskan napas terakhir, karena tidak tahan dengan efek pembersihan malam Gandaki, menangis dengan sedih. Berita itu menyebar ke mana-mana. Mayat itu mengeluarkan bau busuk, begitu banyak sehingga tidak ada yang berani mendekatinya. Sangat ganas untuk dilihat, seperti hantu atau devi, Gandaki sendiri menghadiri upacara pemakaman suaminya. Dia menyiapkan pembakaran kayu di depan rumahnya dan meletakkan mayat di atas kayu bakar. Sesuai dengan sumpah Pativrata Dharma, dia memutuskan untuk menyerahkan tubuhnya ke api bersama dengan suaminya. Dia merenungkan wujud Tuhan dalam wujud suami yang berbaring di atas tumpukan kayu. Dia kemudian menyalakan api untuk orang mati dan masuk ke dalam api yang meledak. Dia tidak ingin mencintai siapa pun setelah kematian suaminya. Kemuliaan, kemuliaan bagi Gandaki!

Lihat! Seketika Dewa Wisnu muncul di hadapannya. Tidak ada mayat atau pembakaran mayat. Gandaki bersujud di hadapan Tuhan dalam segala cinta dan ketulusan. Tuhan memberkatinya dan berkata, "Kamu adalah yang terbaik dari para bakta saya. Hari ini saya telah melihat kemuliaan Pativrata Dharma Anda. Semoga Anda hidup lama! Semoga Anda memilih anugerah dari saya.

Gandaki berkata, "Ya Tuhan! Aku tidak menginginkan apa pun, tujuan yang ingin dicapai. Apa yang harus kulakukan dengan anugerah, aku tidak menginginkan apa pun." Tuhan masih lebih terkesan dengan pengabdian dan ketidakpuasannya yang terpusat. Dia berkata, "Saya ingin memberi Anda sebuah anugerah. Anda harus menerima sesuatu dari saya. Katakan apa yang Anda inginkan. Jangan menunda lagi." Gandaki menjawab, "Bhagavà! Aku diberkati tiga kali. Semoga Engkau senang hidup di pangkuanku dan membuatku bahagia selamanya. Aku tidak menginginkan anugerah lain". Sang Bhagavā berkata, "Baiklah. Kamu akan menjadi sungai di Nepal dan akan dikenal dengan nama 'Gandaki', aku akan pernah berdiam di pangkuanmu dalam bentuk Saligrama." Mengatakan ini Tuhan segera menghilang.

Bahkan hari ini Saligrama Dewa Wisnu terlihat di tepi sungai Gandaki di Nepal. Demikianlah asal mula sungai Gandaki, Glory ke Pativrata Dharma! Kemuliaan bagi Pativratas! Semoga India berlimpah di Pativratas dan jiwa-jiwa yang sangat mulia! Semoga mereka menjadi cita-cita kewanitaan bagi India modern, bahkan seluruh dunia!

Kekuatan dari 3 Jenis Mantra

Bija Mantra ditugaskan di setiap Chakra, dan setiap kelopak bunga Teratai membawa suku kata Sanskerta yang digambarkan sebagai “penjaga” Chakra tersebut. Ketika kita mengulang Mantra milik Chakra dalam meditasi, kita bersatu dengan kualitas dan energi vibrasi Chakra dan dengan ini membangkitkan kualitasnya di dalam diri kita.

Mantra adalah suku kata, kata atau urutan kata dengan getaran spiritual yang tinggi. Semua elemen dan energi di Kosmos dapat dipengaruhi dan dibimbing oleh mantra. Itulah sebabnya Mantra adalah bantuan terbaik dalam membangkitkan kesadaran yang tidak aktif.

Ada tiga jenis mantra:
  1. Doa
  2. Guru Mantra
  3. Bija Mantra
Doa adalah cara berkomunikasi dengan Tuhan.

GURU MANTRA mewakili esensi doa, dan melabuhkan kita di dalam Tuhan, Ātma, dan Diri Tertinggi. Ini adalah inisiasi pertama yang diberikan oleh Guru kepada murid di jalan spiritual. Bagaimana kita seharusnya memperlakukan kata-kata dan berkah dari Tuhan diilustrasikan dalam sebuah cerita pendek:

Suatu kali seorang petani dan pengusaha meminta Mantra untuk seorang Guru. Sang Guru memberi mereka masing-masing dengan kedelai hijau kecil dan berkata: “Saya akan pergi untuk beberapa waktu. Jaga kedelai dengan baik. Ketika saya datang lagi saya akan mengambilnya kembali dari Anda. Siapa pun yang dapat memberikannya kepada saya maka akan menerima Mantra, dan orang yang tidak memikirkannya atau kehilangan itu tidak akan menerima apa pun. ”

Pengusaha itu mengambil kedelainya, membungkusnya dengan hati-hati di kapas, dan menyimpannya dengan aman di peti mati kecil yang bisa dikunci. Tetapi petani itu memikirkannya: “Siapa yang tahu berapa lama Tuan akan pergi. Pada saat itu kacang bisa mengering atau dimakan oleh ngengat. ”Saat itu adalah waktu yang tepat untuk menanam tanaman, petani menanam kedelai di bumi. Segera tunas yang indah tumbuh dan pada saat panen petani memiliki satu kilo kedelai dari satu kedelai. Karena sang Guru masih belum muncul di tahun berikutnya, petani menaburkan kacang lagi. Kali ini dia memanen beberapa ratus kilo, dan setelah tahun ketiga panen memenuhi seluruh gudang.

Akhirnya selama tahun keempat Tuan kembali. Kedua murid itu menyambutnya dengan sukacita. Pengusaha itu secara seremonial membuka peti matinya yang ingin menyerahkan kedelai itu kepada sang Guru. Yang sangat mengerikan hanya ada belatung kering di peti mati. Seekor ngengat biji-bijian telah menyelinap masuk melalui lubang kunci dan telah bertelur. Belatung telah memakan kacang dan kemudian mati di peti mati. Sang Guru menggelengkan kepalanya dan berkata kepada pengusaha itu, "Jadi instruksi saya tidak dipikirkan."

Dia kemudian menoleh ke petani dan bertanya: "Di mana kacang Anda?" Petani itu menjawab: "Tuan kedelai yang Anda berikan kepada saya telah tumbuh sangat banyak sehingga saya tidak bisa membawanya ke sini. Tolong ikut dengan saya sehingga saya bisa memberikannya kepada Anda. ”Dia menuntun sang Guru ke gudang di mana ada kedelai dengan ton. "Kamu telah mengerti dengan benar," kata sang Guru. Dia memberkatinya dan memberinya mantra.

Mantra adalah kata "hidup": Ini seperti benih yang tumbuh menjadi pohon yang kuat, berbunga dan menghasilkan banyak buah. Ini berisi kekuatan luar biasa untuk propagasi dan pengayaan di dalam dirinya sendiri - meskipun hanya jika murid itu selalu membawanya dalam pikiran dan praktiknya setiap hari. Praktek Mantra yang terus menerus memurnikan kesadaran dan pikiran, dan menghilangkan Karma dengan cara yang sama seperti terus berjalan di atas rumput liar di jalan menghancurkan mereka. Hanya mereka yang terus bekerja dengan pemberian dari Guru ini yang dapat memanen buahnya. Jika hanya dibuang dan "disimpan", layu seperti bunga tanpa air.

Getaran yang lebih halus dari Bija Mantra membentuk esensi dari Guru Mantra.  Bīja Mantra adalah getaran dan “panggilan” jiwa. Efeknya berkembang lebih mudah dalam meditasi mendalam. Ketika ia bekerja pada tingkat astral, ia membimbing dan memengaruhi jalannya takdir kita. Ini tidak biasa seperti yang terlihat pada pandangan pertama. Mantra adalah getaran, suara. Tes telah menunjukkan bahwa suara-suara tertentu merangsang pertumbuhan tanaman dan bahkan dapat menyembuhkan penyakit. Ini menunjukkan bahwa energi getaran mempengaruhi Tattva (elemen halus).

Mantra spiritual umumnya ditulis dalam bahasa sansekerta dan memainkan peran penting dalam kebangkitan chakra. Alasan untuk ini kembali ke awal penciptaan. Dewa Siwa, sendiri, mentransmisikan bahasa Sanskerta ke manusia dan suaranya juga dikenal sebagai "Dewa". Kata “Dewa” memiliki tiga arti: Tuhan, pelindung (atau malaikat pelindung) dan getaran kosmik. Dewa Siwa membawa para Dewa turun ke bumi dalam bentuk surat, dan inilah mengapa karakter bahasa Sansekerta disebut Devanāgarī, “warga negara Tuhan”.

Bahasa Sansekerta bukan hanya "diucapkan", tetapi juga diucapkan dan diartikulasikan dengan cara yang sangat spesifik. Sayangnya, saat ini pengetahuan ini sebagian besar telah hilang. Dalam bahasa Sanskerta ada lima puluh dua huruf, jumlah yang sama dengan tingkat (Lokas) yang ada di Kosmos. Karena level-level ini juga ada di dalam diri kita, bahasa Sanskerta adalah kunci bagi dunia batin kita. Dalam meditasi ketika kita tenggelam dalam lingkungan kosmik, kita kadang-kadang memahami huruf-huruf Sanskerta dan mantra yang sesuai dan merasakan Tattva dan kualitas yang terkait dengannya.

Getaran bisa terdengar atau tidak terdengar. Misalnya, pikiran dan perasaan dihitung sebagai getaran tanpa suara. Ini tidak kalah efektif dari kata yang diucapkan. Sebaliknya. Setelah kematian jiwa dibimbing pada tingkat astral oleh getaran spiritual yang tak terlihat dan tak terdengar. Getaran Mantra menuntun jiwa langsung menuju cahaya kesadaran.

Seorang Guru hanya pernah meneruskan GURU MANTRA (atau SIDDHA MANTRA) kepada yang lain sesuai dengan tradisi Guru-Murid yang kuno dan terhormat. Itu tidak bertindak seperti formula sugestif, seperti "Aku baik-baik saja", "Aku merasakan kehadiran Tuhan" atau "Ada kedamaian di dalam diriku", yang hanya berfungsi untuk menenangkan pikiran. Sebaliknya, Mantra Siddha bekerja sedemikian rupa sehingga kekuatan spiritual yang terkandung dalam getaran kata atau kata-kata itu diwujudkan dalam diri kita.

Bagaimana kita bisa mengelola tanpa kata-kata?
Kami memberi dan menerima melalui kata-kata,
Berbicara memahami dan membedakan melalui kata-kata.
Tidak peduli ke mana kita pergi,
kita tidak bisa lepas dari kata-kata.
Kata-kata menyatukan kita,
Kata memberi kita pengetahuan.
Melalui kata-kata (Mantra) kita dibebaskan.
Melalui kata-kata, kami mengenali Yang Mahatinggi dan ilusi.
Swāmī Shivānanda mengatakan:
Bhagwān Srī Dīp Mahāprabhujī telah mentransmisikan firman ilahi kepada saya
. Firman-Nya menyertai saya melintasi lautan.

Bhajan oleh Srī Swāmī Shivānanda dari buku “Lila Amrit”

Mantra diinternalisasi dalam lima tahap:

LIKHITA - melalui tulisan
VAIKHARĪ - melalui berbicara
UPĀMSHU - melalui bisikan
MĀNASA - melalui pemikiran
AJAPĀ - melalui pengulangan batin tanpa gangguan.
Mantra spiritual selalu berisi kata OM dan nama inkarnasi ilahi. Nama ini penuh makna. Ia memiliki kekuatan spiritual yang lebih besar daripada orang itu. Ada sebuah kisah dalam Rāmāyana yang menggambarkan hal ini dengan jelas.

Ketika Dewa Rāma dan para pembantunya mencapai lautan antara India dan Sri Lanka dalam pencarian mereka untuk istri Rāma yang diculik, Sītā, tampaknya penyeberangan tidak akan mungkin karena tidak ada ford atau jembatan yang tersedia. Tetapi pengikut setia Rāma, Hanuman, berkata: "Tuhan, kami akan membangun persimpangan dengan nama Anda."

Dia mengambil sebuah batu, menulis kata Sanskerta RĀM di atasnya dan melemparkannya ke dalam air. Ajaibnya batu itu tidak tenggelam, tetapi melayang di permukaan air. Yang lain mengikuti teladannya dan mulai melemparkan batu-batu dengan nama Dewa Rāma ke atas mereka ke dalam air, dengan cara ini membentuk jembatan batu apung.

Dewa Rāma juga ingin membantu dan melemparkan batu ke dalam air. Tapi batunya tidak mengambang, itu tenggelam! Percobaan kedua juga tidak berhasil. Semua batu yang dilempar Rāma ke dalam air tenggelam ke dasar, sementara batu-batu pengikutnya melayang di permukaan. Bingung, Rāma menoleh ke Hanuman: “Katakan padaku, mengapa batu-batu yang kau lempar tetap ada di permukaan dan batuku tenggelam?” Hanuman menjawab: “Itu sejelas siang hari. Anda, Anda sendiri, telah mengajar kami bahwa mereka yang Allah ijinkan untuk musnah akan binasa. Karena itu, semua yang Anda buang harus tenggelam ke dasar. Tetapi kami bertindak dengan keyakinan penuh pada Anda dan karenanya keajaiban ini terjadi melalui kekuatan nama Anda. "

Kisah ini menggambarkan bahwa memang ada kekuatan mukjizat dalam nama Tuhan yang diulang dalam mantra, yang memungkinkan segalanya terjadi.

Antahkarana, Indera Batin Antara Indriya

Empat sahabat tetap yang diperlukan untuk menyelidiki dan memandu jalan perkembangan kita sekarang akan diperkenalkan: Antahkarana. Mereka juga dikenal sebagai "indera batin" - Antara Indriya. Mereka memungkinkan dan membimbing proses psikis dan mental kita, dan melalui itu kita dapat merasakan, berpikir, memahami, dan membedakan.

Antahkaranas terdiri dari:

  1. Manas - Pikiran
  2. Buddhi - Akal
  3. Chitta - Kesadaran
  4. Ahamkara - Ego
Manas / pikiran, adalah bidang hasrat, perasaan, dan pikiran. Ini adalah penghubung antara alam bawah sadar dan sadar. Ini menyimpan kesan dan persepsi dari dunia luar di "gudang kenangan" dan membawanya keluar lagi untuk alasan yang tepat.

Pikiran tidak menghakimi atau membuat pilihan. Itu tanpa pandang bulu merekam semua tayangan seperti kamera video atau tape recorder. BUDDHI (intelek) melakukan penilaian dan penyaringan apa yang mencapai kesadaran dan apa yang kembali ke alam bawah sadar. Atas dasar dorongan hati yang diterima dari intelek, tindakan yang tepat dilakukan oleh pikiran.

Pikiran terus-menerus aktif dalam kondisi terjaga, dan juga ketika bermimpi. Kita tidak bisa menghentikan pikiran, tetapi kita mampu membimbingnya. Ketika kita memurnikan pikiran dengan secara sadar berpikir positif dan mengulangi Mantra, oleh karena itu menyingkirkannya dari kecenderungan yang lebih rendah, Diri ilahi kemudian dapat memancar melaluinya.

Buddhi, kecerdasan, proses, mengoordinasikan dan menyaring kesan sensorik. Itu memutuskan siapa dari mereka yang kita terima dan kejar lebih lanjut. Buddhi memiliki dua aspek, satu egoistik dan satu tanpa pamrih. Bagian egoistik dikendalikan oleh ego dan kelemahan kita, sedangkan prinsip tanpa pamrih dan non-pribadi menilai dan memutuskan berdasarkan prinsip-prinsip etis - ini dikenal sebagai VIVEKA. Viveka seperti "mentega" yang diekstrak dari "krim" Buddhi. Melalui Viveka kita dapat membedakan antara kebenaran dan ketidakbenaran, benar dan salah, baik dan buruk. Viveka menuntun kita pada pengetahuan bahwa realitas material itu relatif, dan memandu upaya kita menuju Yang Absolut, yang Abadi.

Intelek kita berkembang dalam dua cara yang berbeda. Pertama, melalui semua yang kami pelajari sejak kecil hingga saat ini. Pengetahuan logis ini membantu kita mengatasi tugas-tugas kehidupan sehari-hari. Dan, kedua, itu dibentuk melalui analisis, refleksi, konsentrasi (Dharana) dan meditasi (Dyana). Kebijaksanaan dan diskriminasi (Viveka) pada akhirnya berkembang dari ini.

Sehubungan dengan ini, pertanyaan yang menarik sering diajukan: "Siapa atau apa yang menyebabkan kondisi mental kita?" Apakah itu dihasilkan oleh intelek atau, sebaliknya, apakah cara berpikir kita dipengaruhi oleh keadaan batin kita?

Yang pertama benar. Kecerdasan menciptakan kondisi mental kita. Tetapi kadang-kadang muncul situasi yang tidak mampu dikuasai. Kemudian kita kehilangan kendali atas pikiran dan emosi kita, seperti misalnya marah. Betapa sering kita mengatakan atau melakukan sesuatu ketika kita tidak mampu mengendalikan emosi kita yang kemudian kita sesali! Itulah sebabnya penanaman Viveka sangat penting, tidak hanya bagi keberadaan duniawi kita, tetapi juga bagi kehidupan rohani kita.

Chitta, kesadaran, membentuk dasar dari persepsi dan pengetahuan kita. Seperti Buddhi, ia dibentuk oleh pengalaman hidup; pengalaman sebelumnya, asuhan, budaya dan pendidikan membentuk cara kita memandang, menilai, dan menghargai. Chitta menentukan kecenderungan dasar dan warna jiwa kita.

Ahamkara, ego, secara harfiah berarti "Aku adalah pelaku". Semua perasaan, persepsi, gagasan, dan keinginan kita terkait erat dengan Ahamkara. Ego adalah otoritas psikis yang menciptakan ilusi bahwa kita otonom terhadap semua individu yang ada secara independen. Dari situ kita secara alami memperoleh gagasan bahwa dunia luar yang berhadapan dengan kita juga merupakan realitas yang independen dan terpisah. Namun, filosofi Vedānta, yang juga merupakan filosofi Yoga, mengajarkan kita untuk melihat kesatuan - Tuhan - di balik beragam penampilan.

Hanya ketika kita menerima kenyataan ini, bukan hanya secara rasional tetapi menyadarinya dalam kesadaran kita, kita mampu mengatasi penghalang ego dan menemukan kesatuan dalam Ātmā. Mantra berikut, di mana kita menempatkan semua tindakan kita ke tangan Tuhan, membantu kita mencapai cara berpikir ini:

NĀHAM KARTĀ PRABHU DĪP KARTĀ
MAHĀPRABHU DĪP KARTĀ HI KEVALAM

Saya bukan pelaku. Tuhanlah yang melakukannya melalui saya. Hanya Tuhan yang melakukan.

Jivanmukta, Kesadaran Pencapaian Keesaan

Jivanmukta adalah saksi dari tiga tingkat kesadaran yang lebih rendah, yaitu kondisi terjaga, bermimpi, dan tidur nyenyak. Dia menyadari negara Turiya yang damai, bahagia dan tidak rangkap. Dia tinggal di Bhumika ketujuh Jnana di mana pikiran menjadi Brahman itu sendiri. Kesadaran yang diperluas menjulang di atas lima selubung dan hujan es di luar wilayah pemikiran dan kecerdasan. Pikiran dan tindakan Jivanmukta tidak menjanjikan pengalaman dunia masa depan baginya. Dia mengalami dunia dan individualitas hanya ternyata dan tidak dalam kenyataan.

Dia tidak senang dengan kesenangan, dan kesusahan juga tidak menyakitinya. Dia tidak punya apa-apa sayang, tidak ada yang permusuhan. Bahkan gangguan kekerasan tidak bisa membuatnya menjauh dari Realitas. Dia tidak menyusahkan siapa pun, juga tidak terganggu oleh siapa pun bahkan sedikit pun. Dia berbicara dengan manis dan mulia. Dia keluar dari jaring perbedaan dan keinginan seperti singa dari kandangnya. Ketakutan tidak diketahui olehnya, dan dia tidak pernah tidak berdaya atau sedih. Dia tidak peduli dengan hidup, kehormatan atau kematian. Ia berperilaku sesuai dengan kondisi lingkungan yang diperlukan, tetapi benar-benar terpisah di dalam dirinya. Dia adalah seorang Apta-Kama. Dia tidak punya apa-apa untuk diperoleh atau dihindari. Ia puas dengan Diri-Nya sendiri. Dia adalah seorang Mahakarta, seorang Mahabhokta dan seorang Mahatyagi.

Jivanmukta merasakan Kesatuan agung dirinya dan seluruh alam semesta dalam Brahman Tertinggi. Dia memiliki realisasi abadi dari Keesaan rahasia Keberadaan yang merupakan dasar dari cinta universal. Ini adalah cinta yang tidak mengharapkan imbalan, imbalan, atau imbalan apa pun. Orang-orang seperti itu adalah Kaisar sejati alam semesta.

Jivanmukta bukanlah pria yang tidak berguna, bukan pria yang aktif. Dia adalah aktor transendental. Tingkah lakunya tidak dapat dipahami bahkan ketika Brahman tidak dapat dipahami, karena ia adalah Brahman itu sendiri. Apa pun yang ia lakukan adalah benar, bermoral dan ideal, karena tindakannya adalah ekspresi dari Yang Mutlak itu sendiri. Dia memimpin Kehidupan Ilahi dan bergerak dalam aliran bebas Hukum Keberadaan Abadi. Dia tidak memiliki perang antara tubuh dan roh. Tindakan luarnya sama seperti tindakan manusia duniawi yang bodoh. Tetapi perbedaan terbesar terletak di antara pikiran, keinginan, dan Vasana mereka. Yang satu tidak tahu apa itu keinginan dan yang lain tenggelam dalam keinginan. Pikiran orang yang terbebaskan adalah Sattwa murni itu sendiri, tidak ada pikiran sama sekali. Dia didirikan di negara Diri tanpa hambatan oleh hukum fenomenal.

Jivanmukta adalah seorang bijak yang terbebas dari ikatan bahkan saat hidup dengan tubuh. Persepsi tentang alam semesta material seperti itu lenyap dan dia melihat Satu Brahman muncul sebagai alam semesta. Egoisme Jivanmukta seperti kain terbakar yang telah memiliki penampilan kain tetapi sebenarnya direduksi menjadi abu. Kesadaran individu Jivanmukta cukup kuat untuk mempertahankan keberadaan tubuh fisiknya, tetapi ia tidak mampu membawa kelahiran lain sebagai makhluk yang diwujudkan. Sanchita-Karmas miliknya digoreng oleh api Brahma-Jnana atau Pengetahuan Realitas Mutlak. Dia tidak memiliki Agami Karmas untuk melahirkan di masa depan karena dia tidak memiliki perasaan Kartritva dan Bhoktritva. Tindakannya adalah gerakan kosmik dan bukan naluri rasa egoisme. Prarabdha Karma yang telah memunculkan Brahma-Jnana bertahan selama momentum keinginan masa lalu yang merupakan Prarabdha masa kini bertahan. Sebuah ilustrasi akan membuat fakta ini sangat jelas.

Seorang pemburu melihat seekor binatang bergerak di hutan dan berpikir bahwa itu adalah harimau, dia menembakkan panah ke arahnya. Setelah panah itu meninggalkan tali busur, ia menyadari bahwa binatang itu bukan harimau, tetapi seekor sapi. Namun pengetahuan selanjutnya ini tidak akan menyelamatkan sapi dari pengaruh panah. Panah akan mengenai objek yang terletak di dalam lingkup momentumnya.

Jnani menyadari bahwa seluruh alam semesta adalah hanya Brahman. Tetapi hasrat-hasrat yang telah dimunculkannya pada saat ia berpikir bahwa dunia objektif itu nyata tidak akan berhenti menuntut materialisasi ke dalam efek selama momentum keinginan mereka bertahan. Karenanya keinginan-keinginan ini menjaga tubuh fisik Jivanmukta selama beberapa waktu bahkan setelah realisasi-dirinya. Ketika Prarabdha-Karma habis, tubuh turun dengan sendirinya dan sang bijak menjadi satu dengan Brahman Tak Terbatas.

Tetapi, bahkan ketika hidup dengan tubuh, Jivanmukta mengidentifikasi kesadarannya dengan Brahman dan tidak terpengaruh oleh pasangan-pasangan yang berlawanan dan kekuatan alam. Seluruh alam semesta adalah tubuhnya karena ia selaras dengan semua kekuatan Alam karena melampaui semua relativitas fenomenal dan beristirahat dalam Kesadaran Brahman setiap saat.

Bagi dia yang melihat Keesaan hanya di mana-mana, di mana khayalan dan di mana kesedihan? Pengalaman ketidakberdayaan dicapai melalui penemuan diri sendiri dalam setiap dan setiap makhluk termasuk bahkan orang fasik dan yang tidak tahu berterima kasih. Ekspansi Diri yang demikian mengarah pada kemuliaan manifestasi dari Essence of Being Being yang sejati dari semua makhluk, di mana seseorang menemukan dirinya dalam kebenaran, di mana Diri yang hilang pulih dengan kegembiraan yang tak terbatas. Kesedihan hanyalah psikosis sementara dari individu yang telah kehilangan objek yang diinginkan atau yang tidak dapat memenuhi keinginan. Jivanmukta yang melihat Satu Yang Biasa tersebar di mana-mana tidak pernah berduka. Melihat Keberadaan sebagai terbagi dia berjalan di bumi tidak diketahui dan tidak dikenal. Tidak ada yang bisa mengetahui apakah orang tersebut adalah orang terpelajar atau tidak tahu, apakah dia bajik atau jahat. Dia hidup dalam keheningan Diri yang besar, dan apakah aktif atau diam tidak mengaitkan egonya dengan tindakannya. Dia tidak melihat dualitas bahkan ketika dia sadar akan dunia. Dia adalah perwakilan dari Brahman Tertinggi, muncul di depan mata manusia.

Jiwa yang dibebaskan mengambil bentuk dari apa yang ada di sudut pandang absolut. Oleh karena itu orang bijak menjadi Gunatita. Dia sama-sama senang dan sakit hati, taat pada gumpalan bumi, batu atau emas. Dia sama dengan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, tegas dan sama-sama mengecam dan memuji. Kehormatan dan aib tidak membuat perbedaannya. Teman dan musuh bukanlah konsepsi yang lebih valid.

Upanishad mengatakan, "Barangsiapa yang mengetahui hal ini (Brahman), keduanya tidak mengatasi - baik pemikiran 'Karena itu aku melakukan kesalahan,' maupun pemikiran 'Karena itu aku melakukan yang benar.' Tentunya ia mengatasi keduanya. Ia tidak terpengaruh oleh apa yang telah ia lakukan atau apa yang tidak dilakukannya. Ia melihat Atman di dalam Atman. Ia melihat segala sesuatu sebagai Diri. Jahat tidak mengalahkannya, di sisi lain, ia mengatasi semua kejahatan. Kejahatan tidak membakarnya, di sisi lain, ia membakar semua kejahatan. Orang yang tahu Brahman menjadi Brahman. Ia tidak takut. Ia, yang, pada semua makhluk, terlihat sebagai Diri-Nya sendiri, dan pada Diri sebagai semua makhluk - dia tidak menjauh dari apa pun. Jika seseorang tahu itu di sini, maka ada Akhir Sejati dari semua aspirasi. Barangsiapa yang tahu bahwa di tempat rahasia hati, ia, di bumi ini, bercampur simpul ketidaktahuan.

"Dari dia yang keinginannya terpenuhi, yang adalah jiwa yang sempurna, semua keinginan bahkan di bumi ini menghilang! Dia yang tahu Brahman mencapai yang tertinggi. Orang yang tahu bahwa Brahman ada benar-benar ada. Jika seseorang yang mengetahui hal ini (Diri) harus menawarkan dedaunan bahkan kepada orang buangan (paria), itu akan ditawarkan dalam Universal Atman-nya. Sang Pelihat tidak melihat kematian, atau penyakit, atau kesusahan apa pun. Si pelihat hanya melihat Yang Semuanya dan mendapatkan yang sepenuhnya. Diri, dia olahraga dalam Diri, dia memiliki perusahaan dengan Diri, dia memiliki kebahagiaan dalam Diri. Dia otonom. Dia memiliki kebebasan tanpa batas di semua dunia.

"Dari objek apa pun yang menjadi hasratnya, keinginan apa pun yang diinginkannya, hanya dari kehendaknya, ia muncul. Seseorang yang menyadari 'Aku Brahman' menjadi Sang Semua. Bahkan para dewa belum mendapatkan kekuatan untuk mencegahnya menjadi demikian, karena ia menjadi Diri mereka sendiri. Dia yang tanpa hasrat, yang terbebas dari hasrat, yang hasratnya dipenuhi, yang hasratnya adalah Diri - Prana-nya tidak pergi. Mereka berkumpul bersama di sini. Dia menjadi Brahman Sendiri, menjadi Brahman.

" seseorang menyadari (Yang Abadi), semua telah dilakukan. Hanya dengan mengenal-Nya seseorang melewati kematian. Tidak ada cara lain untuk pergi ke sana. "

Keadaan Jivanmukta adalah kesadaran dari penyempurnaan pencapaian spiritual. Sifat kesadaran yang meluas menemukan Tujuannya tercapai dan telah mengembangkan dirinya melampaui ruang dan keterbatasan, terletak dalam keadaan tidak berubah yang tidak terganggu, di mana Kepenuhan, Kedamaian, dan Kebahagiaan menjadi pusat Pengalaman.

Ketika generalisasi universal keberadaan kesadaran dipengaruhi, bentuk kesadaran partikular sebagai egoisme ditarik ke latar belakang Laut Kesadaran yang luas. Bersama dengan penarikan ego ini, percabangan lebih lanjut dalam bentuk kekuatan-kekuatan indera juga ditarik kembali ke sumber dan gangguan umum dari tubuh halus dibuat untuk kembali ke ketenangan dan keseimbangan batin dari keserasian kesadaran. Oleh karena itu perbedaan bentuk tidak dirasakan ketika ketidaktahuan sepenuhnya dihapus.

Seorang Jivanmukta yang berada di Jnana-Bhumika ketujuh tidak dapat melakukan tindakan apa pun di alam kesadaran duniawi. Orang-orang Jivanmukta yang ingin melakukan Loka-sangraha harus turun ke tingkat Kesadaran ke empat atau kelima agar bermanfaat bagi umat manusia. Sedikit Rajas diperlukan untuk melakukan semua jenis tindakan. Keadaan Sattwa murni dari jenis Jivanmuktas tertinggi sama sekali tanpa Rajas dan karenanya tidak cocok untuk bekerja di dunia. Keberadaan makhluk yang diberkati itu akan memberi penghiburan bagi seluruh dunia. Hidupnya sendiri adalah pengajaran dan bantuan yang paling agung. Di mana pun dia berada, dia menyebar ke sekelilingnya suatu kekuatan keseimbangan sadar yang sedang ada sehingga mereka yang berada di dekatnya mudah berubah. Satsankalpa dari Jnani berada di luar semua kekuatan Ashta-Siddhis dan Nava-Riddhis dan ia bekerja melalui Diri-Nya semata-mata yang ada di dalam semua. Dia adalah lautan Pengetahuan dan Kekuatan dan tidak ada yang mustahil baginya.

Jivanmukta bersandar pada Brahman Mahabesar dan tetap hidup seperti manusia untuk membantunya. Jnani sendiri adalah orang yang benar-benar baik, orang yang benar-benar baik, dan pekerja yang benar-benar tanpa pamrih. Mereka yang berjuang untuk menjadi baik hanya baik secara dangkal. Mereka hanya bisa berpura-pura baik, rendah hati, baik hati, penyayang, dan penyayang. Bagaimana mungkin mereka, yang tidak tahu sifat Diri, yang tidak tahu karakter persisnya, yang tidak dapat memahami perasaan orang lain, menjadi benar-benar baik dan berbelas kasih? Cinta besar Jnani untuk semua makhluk di alam semesta tidak dapat disamakan dengan cinta atau kasih sayang orang lain. Cinta Jnani adalah cinta sejati. Hanya Jnani yang dapat melayani dan membantu dunia dengan cara sebaik mungkin, karena dia tahu bahwa semua adalah satu Diri, Makhluk Luar Biasa dari Brahman. Tanpa mengetahui ini, bagaimana seseorang bisa benar-benar baik dan berbudi luhur? Seorang pria yang melakukan pelayanan tanpa sepengetahuan Diri, tidak dapat benar-benar tanpa pamrih. Bagaimana dia bisa mengusir keegoisan kecuali dia tahu Absoluteness of Existence? Bagaimana dia bisa menyingkirkan egoisme yang tidak merasa bahwa dia menyatu dengan Being itu sendiri? Gagasan doership dan enjoyership tidak dapat diatasi tanpa Self-Knowledge.

Cinta Jnani disebut cinta universal. Cinta manusia duniawi adalah cinta fisik. Dia tidak mencintai semua dengan setara; ada keberpihakan dalam cinta. Manusia mencintai dan melayani hanya mereka yang disukainya. Dia tidak bisa mencintai dan melayani orang-orang yang membencinya, yang memukulnya dan yang selalu menganiayanya. Ini karena dia tidak memiliki pengetahuan tentang Diri. Jnani mencintai semuanya dengan setara, karena ia adalah cinta transendental. Dia mencintai orang lain karena dia mencintai dirinya sendiri. Dia sendiri ada di mana-mana.

Jivanmukta tidak merasakan keharusan untuk mematuhi apa yang membawa kesenangan bagi tubuh fisik. Telapak tangan adalah mangkuknya, bumi adalah tempat tidurnya, langit adalah pakaiannya. Dia tidak berusaha untuk mendapatkan objek apa pun yang terbatas dalam ruang dan waktu. Kesadaran absolutnya dengan sifatnya yang serba inklusif menarik bagian dari keberadaan universal di mana terletak objek yang diperlukan oleh keberadaan pribadinya. Sekaligus, seperti kilatan petir, hal-hal yang dibutuhkannya mengalir kepadanya, seperti sungai ke lautan, karena ia adalah Diri mereka sendiri. Orang bijak melakukannya tanpa bertindak, menikmati tanpa keinginan. Dia tidak perlu memerintah siapa pun, karena dia sudah menjadi Diri dari seseorang yang ingin dia perintahkan. Dia tidak menginstruksikan atau memerintahkan siapa pun, karena dia adalah makhluk penting dari segala sesuatu yang mungkin harus dia tangani. Bahkan para dewa tidak dapat menghalangi dia untuk melakukan sesuatu, karena dia adalah realitas batin bahkan para dewa. Dia adalah Raja Swarat atau Raja yang mulia, dan tidak bisa dibandingkan. Dia telah mencapai puncak kesempurnaan dan seluruh alam semesta adalah bagian dari tubuhnya.

Jivanmukta menyatukan dengan dirinya sendiri prinsip-prinsip evolusi kosmis, yaitu, suara, sentuhan, warna, rasa, bau, bentuk dan nama. Apa pun yang terjadi adalah olahraga dari Self-nya sendiri. Kritik dan penghinaan, cambuk dan penyerangan adalah gerakan bayangan Diri-Nya. Dia memberkati orang-orang yang memperlakukannya dengan buruk dan melukainya. Kesadaran tidak pernah terpengaruh oleh virulensi dan perubahan apa pun. Objek-objek Kesadaran batin disadari sebagai bentuk-bentuk dirinya yang terwujud karena keinginan masa lalu. Kondisi sempurna di mana pikiran mencapai kebebasan kekebalan dari disesatkan oleh bentuk-bentuk eksternal alam semesta adalah pembebasan, bahkan jika bentuk-bentuk itu tetap ada dalam lingkup visi Jnani. Dia mengendalikan mereka; mereka tidak mengendalikannya. Kekuatan alam semesta adalah teman-temannya, bukan musuh-musuhnya. Mereka bertindak sesuai dengan keinginannya, karena kesadaran individualnya selaras dengan kesadaran universal. Dia tidak merasakan atau mengatakan "Seharusnya seperti ini; seharusnya tidak seperti itu", karena dia menyadari validitas absolut dan kesempurnaan semua gerakan alam sesuai dengan hukum abadi.

Delusi telah lenyap untuk Jivanmukta. Perasaan ingin dimusnahkan sekali untuk semua oleh pengalaman realisasi-diri yang tak terlukiskan. Satu-satunya kesenangannya adalah di Diri, karena dia benar-benar sadar hidup, bergerak dan memiliki keberadaannya dalam Keberadaan Ilahi. Intuisi transendental yang telah membawanya pada realisasi dari kesatuannya dengan Brahman memberinya juga realisasi dari Brahman yang sama di semua makhluk. Karena itu, kehidupannya menjadi salah satu pelayanan dalam terang pengetahuan tentang Satu Diri dalam segala hal. Dia melakukan Jnana-Yajna, pengorbanan diri dalam Pengetahuan Brahman. Brahman ditawarkan dalam Brahman oleh Brahman melalui tindakan Brahman. Ini adalah sufusi gembira tentang diri sendiri dalam diri Brahman dan sifat pasti dari pengalaman ini adalah sifat langsung langsung dari keberadaan dan tidak dapat dipahami, dipikirkan,

Jivanmukta melelehkan dirinya di Brahman bahkan ketika es mencair ke dalam lautan air. "Mengetahui hal itu dalam setiap makhluk, orang bijak, yang berangkat dari dunia ini, menjadi Abadi. Ketika semua keinginan yang bersarang di dalam hati dibuang, maka makhluk fana menjadi Abadi! Di sinilah ia mencapai Brahman! Mencapai Dia, para peramal yang puas dengan Pengetahuan, yang adalah jiwa-jiwa sempurna, bebas dari hasrat, tenang - mencapai-Nya yang secara universal ada di mana-mana, jiwa-jiwa yang saleh dan bijaksana ke dalam Semua itu sendiri masuk. Mereka yang telah menyadari makna Pengetahuan Vedanta, para bijak , dengan kodrat yang dimurnikan melalui Sanyasa dan Yoga, mereka di Negara Brahman pada akhir zaman semuanya terbebaskan melampaui maut. Lewatlah lima belas bagian menurut stasiun mereka, bahkan semua organ-indera pergi ke dewa-dewa yang bersesuaian! ' Tindakan dan diri yang terdiri dari Intelijen, semua menjadi satu dalam Yang Mahatinggi! Ketika sungai yang mengalir di lautan menghilang meninggalkan nama dan bentuk, demikian juga orang bijak yang dibebaskan dari nama dan bentuk, mencapai Wujud Ilahi, yang Lebih Tinggi dari yang tinggi! Dia yang tahu bahwa Brahman Tertinggi, sesungguhnya, menjadi Brahman. Dia melewati kesedihan. Dia melampaui dosa. Dibebaskan dari simpul hati, ia menjadi Abadi "(Upanishad).

Guru Vasishtha berkata kepada Rama bahwa seorang Videha-Mukta tidak perlu membubarkan dirinya dalam Brahman Mutlak. Jika dia berharap dia dapat bergabung dalam Being of Satchidananda; tetapi jika ia ingin tetap sebagai individu semata-mata sebagai olahraga, ia dapat bersinar sebagai Matahari semesta atau memerintah seperti Wisnu atau menjadi seorang Brahma atau Siwa. Dia mungkin menjadi individu universal seperti Krishna atau Vasishtha yang identik dengan Brahman tetapi masih mengambil tubuh untuk hiburan dunia. Jika suatu saat ia tidak ingin menjadi seorang individu, ia dapat eksis sebagai Yang Mutlak di mana pun ia inginkan. Negara yang dibebaskan tidak terikat oleh atau terbatas pada Indivisibility dan Changelessness saja, karena Yang Mutlak tidak terbatas dan bebas untuk mengambil bentuk apa pun. Tetapi kehendak formatif itu tidak seperti kehendak tak sadar dari Jiva yang tanpa sadar mengikatnya pada individualitas. Permainan formatif sadar dari Absolute adalah tindakan yang sepenuhnya bebas dan sukarela. Videhamukta adalah Brahman sendiri dan karenanya hidup dan bertindak sebagai Yang Mutlak.

Jnani mencapai Sadyo-Mukti atau keselamatan segera. Jivanmukta yang telah menyadari bahwa tidak ada apa pun di mana pun selain Brahman semata, tidak memiliki penyimpangan jiwa, seperti dalam kasus individu lain. Ke mana perginya Diri-Nya? Tidak ada ruang di mana Diri tidak dan karenanya tidak pergi ke tempat manapun. Itu menyatu hanya di sini.

Mukti bukanlah hal yang harus dicapai. Itu tidak jauh untuk diperoleh. Itu adalah keberadaan itu sendiri dan karenanya pengetahuan belaka atau realisasi itu sendiri adalah Mukti. Semuanya adalah Brahman hanya dalam tiga periode waktu. Tidak ada perbudakan atau penderitaan. Kesadaran akan Kebenaran ini disebut Pembebasan dalam bahasa empiris.

Para Brahmasutras membahas pertanyaan tentang kemungkinan kembalinya yang terbebaskan ke bumi dalam keberadaan baru. Orang bijak seperti Apantaratamas, dll., Meskipun memiliki Brahmajnana tertinggi, kembali ke keberadaan jasmani. Mereka melakukannya untuk memenuhi misi demi kebaikan dunia. Ketika misi mereka selesai, mereka kembali ada sebagai Mutlak. Krishna mengatakan bahwa meskipun ia tidak memiliki bentuk, kelahiran atau kematian, ia mengasumsikan bentuk di setiap zaman untuk mengangkat dunia. Inkarnasi-inkarnasi semacam itu bukanlah efek Prarabdha Karmas, tetapi manifestasi sadar dari Yang Mahakuasa Mutlak dalam tingkat kerelatifan. Upanishad juga menunjukkan kehendak bebas jiwa yang terbebaskan, ketika mereka mengatakan bahwa ia memperoleh kebebasan penuh di semua dunia. Secara logis, keadaan tertinggi Moksha adalah penggabungan kesadaran individu dalam Kesadaran Absolut. Eksistensi Abadi, Pengetahuan Tak Terbatas dan Kebahagiaan Abadi adalah Moksha atau Emansipasi Terakhir.