Menemukan Kebahagiaan Hidup
Kehidupan kita akan berlangsung lama dan kita bisa memutar haluan kehidupan menuju berbagai tujuan yang ingin dicapai. Layaknya angsa yang mampu memisahkan susu dari air, kita hendaknya menyaring intisari kehidupan kita dengan melatih pengertian mendalam yang mampu membedakan dan terjun ke dalam aktivitas-aktivitas yang membawa manfaat, baik bagi diri kita sendiri maupun orang lain dalam kehidupan ini dan kehidupan mendatang.
Setiap mahkluk hidup menginginkan kebahagiaan tertinggi dan terbebas dari semua jenis penderitaan, namun tujuan hidup manusia harus lebih tinggi daripada binatang-binatang, serangga-serangga, dan sebagainya, karena kita sebagai manusia memiliki potensi besar; dengan kapasitas intelektual spesial yang kita miliki, kita dapat melakukan banyak hal.
Sebagai praktisi spiritual, kita harus berjuang demi mencapai kebahagiaan dan kebebasan dari kesengsaraan tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi juga demi semua makhluk.
Kita memiliki intelegensi dan kemampuan untuk berlatih metode-metode untuk merealisasikan tujuan-tujuan ini. Kita bisa memulai dari tempat kita berada sekarang ini dan secara bertahap mencapai level yang lebih tinggi hingga kesempurnaan. Beberapa orang bahkan dapat mencapai tujuan yang tertinggi, pencerahan dalam satu kehidupan.
Apa yang kita inginkan dan apa yang kita lakukan sangat bertolak belakang. Hal-hal yang kita lakukan untuk membawa kebahagiaan sebenarnya mengakibatkan penderitaan, kesengsaraan, dan masalah. Shantideva berkata bahwa meskipun kita menginginkan kebahagiaan, secara tidak sadar kita menghancurkannya layaknya musuh terbesar kita.
Dengan bertanya, apakah mungkin untuk terlepas dari penderitaan dan menemukan kebahagiaan sejati, kita membuka pintu-pintu penyelidikan spiritual dan menemukan bahwa dengan menempatkan usaha dan menaruh kebijaksanaan kita pada arah yang tepat, kita benar-benar bisa mencapai tujuan tersebut.
Hal ini mengarahkan kita untuk mencari jalan menuju pencerahan. Tuhan menurunkan banyak tingkat ajaran. Sebagai manusia, kita dapat mempelajarinya, tidak hanya demi mempelajari namun untuk menerapkan metodenya menjadi latihan.
Apa sebenarnya penyebab kebahagiaan?
Apa sebenarnya penyebab kesengsaraan?
Kedua pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang penting dalam spiritual. Para Guru menjelaskan bahwa sumber mendasar dari masalah-masalah yang kita hadapi adalah persepsi keliru atas diri.
Kita selalu berpegang kukuh terhadap sesuatu yang bernama “aku”, semacam pemikiran egosentris, atau sikap, dan segala sesuatu yang kita lakukan berdasar atas konsep keliru terhadap diri yang sebenarnya.
Sikap keakuan ini menambah kemelekatan terhadap “aku” dan ego, menghargai diri kita lebih daripada orang lain, pemikiran-pemikiran duniawi, dan derita itu sendiri. Permasalahan semua mahkluk hidup dimulai dari ini.
Ketidaktahuan karena memegang kukuh “aku” ini menciptakan semua kemelekatan akan aku. Dari “aku” muncullah “milikku” (barangku, tubuhku, pikiranku, keluargaku, temanku, rumahku, negaraku, pekerjaanku, dan sebagainya).
Dari kemelekatan timbul ketidaksukaan, kemarahan, dan kebenciaan terhadap segala sesuatu yang mengancam objek kemelekatan kita. Ajaran Suci menyebut ketiganya yakni ketidaktahuan, kemelekatan, dan kebenciaan yang merupakan tiga racun. Ketiga racun ini merupakan penyebab dari semua permasalahan kita; mereka adalah musuh kita yang sebenarnya.
Kita terbiasa untuk mencari musuh yang berada di luar diri kita, namun para praktisi spisitual menyadari bahwa tidak ada musuh eksternal; musuh yang sebenarnya ada di dalam diri kita. Ketika ketidaktahuan, kemelekatan, dan kebencian telah terkikis habis, kita telah menundukkan musuh yang terdapat di dalam diri kita. Pengertian benar menggantikan ketidaktahuan, yang tinggal hanyalah batin murni, dan kita melihat kenyataan sebenarnya tentang diri dan semua fenomena. Cara berpikir atas dunia yang tidak nyata tidak akan terjadi lagi.
Pada saat ketidaktahuan lenyap, kita tidak lagi membuat kesalahan-kesalahan. Pada saat kita tidak melakukan kesalahan-kesalahan, kita tidak lagi mengalami berbagai jenis penderitaan, demikian juga dorongan kekuatan karma tidak lagi bekerja.
Karma yang bersumber dari tubuh, ucapan, dan pikiran dari semua mahkluk hidup, bersama dengan benih-benih pikiran, semuanya dalam kondisi terkendali. Apabila penyebab-penyebab dari perbuatan - ketidaktahuan, kemelekatan, dan kebencian - telah dilenyapkan, maka perbuatan-perbuatan yang muncul karena ketiga racun tersebut pun akan berhenti.
Ketidaktahuan, kemelekatan, dan kebencian, bersama-sama dengan cabang-cabangnya, yakni kesombongan, kecemburuan, iri hati, dan sebagainya adalah kekuatan yang sangat besar. Sekali mereka muncul, mereka akan segera mendominasi pikiran kita; kita akan dengan segera dikuasai oleh kekuatan musuh dalam diri kita ini dan tidak lagi memiliki kebebasan atau dengan kata lain, tidak bisa mengendalikan diri.
Musuh kita ini bahkan dapat menyebabkan kita bertengkar dan melukai orang yang kita cintai; mereka bahkan dapat menyebabkan kita membunuh orang tua kita, anak kita, dan seterusnya. Semua konflik mulai dari masing-masing individu dalam keluarga hingga perang internasional antar negara muncul dari pikiran-pikiran negatif ini.
Semua mahkluk hidup berada dalam kondisi yang sangat mirip, mereka dikuasai sepenuhnya oleh ketidaktahuan, melekat pada sang aku, namun semua orang punya potensi untuk berlatih dalam metode yoga yang akan membantu kemampuan batin semakin halus dalam mengerti segala sesuatu sebagaimana adanya.